SATU KATA YANG PANTAS AKU UCAPKAN ADALAH UCAPAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA.....!!! JANGAN LUPA KOMENT YA....!!!!!!

Kamis, 01 Juli 2010

KOMUNIKASI POLITIK SEBAGAI AJANG BIDANG KAJIAN

A. Awal Mulanya Perkembangan Komunikasi Politik

Komunikasi Politik di Amerika Serikat

Setelah Perang Dunia I, Charles E. Merriam, Bapak Ilmu Politik Modern, mencoba untuk melakukan penelitian mengenai masalah pendapat umum, propaganda, dan komunikasi. Kemudian, salah seorang mahasiswanya, Harold D. Lasswell, melakukan penelitian untuk disertasinya tentang teknik-teknik propaganda pada Perang Dunia I. Bisa dikatakan Lasswell adalah pelopor penelitian komunikasi politik. Bahkan, Wilbur Schramm menyebutkan Harold D. Lasswell sebagai salah satu “the founding fathers of Communication” – Bapak Ilmu Komunikasi. Schramm juga menyatakan bahwa Lasswell ialah “a political sociologist, a political philosopher, a political psychologist, a political psychiatrist (who for time practices as a lay analyst), and needless to say, a student of political communication”.

Seperti Lasswell, komunikasi politik di Amerika melintasi berbagai disiplin dan dibesarkan secara multidisipliner. Dan Nimmo menegaskan bahwa “political communication as a field of inquiry is cross disciplinary”(komunikasi politik sebagai suatu bidang penelitian lintas disiplin). Setiap disiplin ilmu menyumbangkan fokus telaah yang kemudian menjadi pokok bahasan dalam komunikasi politik. Antropologi dan sosiologi yang mempelajari sosiolinguistik dan simbolisme memberikan dasar buat studi bahasa politik; psikologi dan psikologi sosial memberikan landasan untuk studi efek pesan politik, konstruk politik, serta sosialisasi politik; retorika menyediakan metode historis, kritis, dan kuantitatif untuk menganalisis retorika politik; ilmu politik melandasi studi perilaku pemilih dan elite politik; sibernetika memberikan pendekatan sistem untuk memandang komunikasi politik secara holistik; dan filsafat eksistensialisme serta fenomenologi melahirkan teori kritis dalam komunikasi politik. Dari berbagai literatur, kita melihat rentangan pokok bahasan komunikasi politik yang luas, sejak komunikasi politik lewat media massa, lambang politik, politikolinguistik, dan sampai pada hubungan antara komunikasi dengan sistem politik.

Fagen mendefinisikan komunikasi politik sebagai: “communicatory activity considered political by virtue of its consequences, actual, potential, that it has for the functioning of political systems” (Aktivitas komunikasi yang dianggap politik berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya, aktual, potensial, yang telah mempunyai fungsi di dalam sistem politik).

Sementara Meadow menjelaskan bahwa komunikasi politik ialah “political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system” (Komunikasi politik mengacu kepada setiap pertukaran simbol atau pesan yang signifikan telah dibentuk oleh atau memiliki konsekuensi bagi sistem politik).

Sedangkan Nimmo mendefinisikan komunikasi politik sebagai “communication (activity) considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate human conduct under the condition of conflict” (Komunikasi (aktivitas) dianggap politik berdasarkan konsekuensi (aktual atau potensial) yang mengatur perilaku manusia di bawah kondisi konflik).

Setelah muncul berbagai penelitian dan temuan yang dilakukan oleh para ahli yang disebutkan di atas, penelitian tentang komunikasi politik semakin berkembang pada 1972. Kemudian pengakuan akademis mulai tampak pada daftar courses yang ditawarkan dan berkaitan dengan komunikasi politik. American Political Science Association banyak menerbitkan artikel yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengajaran komunikasi politik di perguruan tinggi. Harus diperhitungkan juga berbagai organisasi professional yang menyelenggarakan forum diskusi, lokakarya, seminar, dan pertemuan tahunan yang menelaah komunikasi politik. Dari segi aplikasinya, sudah lama komunikasi politik ditelaah untuk tujuan kampanye politik pemilu dan masalah lain yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan politik. Dan diskusi-diskusi komunikasi politik tidak lagi terbatas di Amerika, tetapi mulai tersebar juga ke negara-negara lainnya, terutama Eropa. Karena, komunikasi politik bukan saja cross-disciplinary tetapi juga cross-national.

Komunikasi politik di Eropa

Penelitian komunikasi politik yang pertama berkenaan dengan kampanye politik dan pemilihan umum. Hasil-hasil kampanye diukur dengan meneliti opini publik lewat survey persepsi dan sikap. Di Eropa, kebanyakan penelitian komunikasi politik diwarnai oleh teori kritik. Teori kritik merupakan reaksi terhadap pendekatan empiris yang mengagungkan positivisme dan metode kuantitatif. Para pendukung teori kritik menganggap bahwa proses komunikasi tidak pernah bisa dipisahkan dari struktur masyarakat tempat terjadinya proses itu. Tugas peneliti ialah membongkar ideologi dan nilai-nilai yang melandasi komunikasi politik.

Di Perancis, tokoh teori kritis dalam komunikasi politik adalah Jacques Ellul yang menerbitkan buku tentang propaganda mengemukakan banyak hal yang tidak menarik kaum empiris. Ellul membedakan propaganda politik yang secara sengaja menyampaikan pesan-pesan persuasif dengan propaganda sosiologis yang terdapat di dalam sistem sosial itu sendiri. Kemudian di Italia, pendekatan kritis tampak pada penelitian Umberto Eco, Giargio Galli, dan Francesco Alberoni yang meneliti hubungan antara media dengan masyarakat politik. Di Inggris, tokoh teori kritis adalah James D. Halloran dan Colin Seymour yang meneliti tentang peranan media cetak dan elektronik, terutama televisi, dalam komunikasi politik.

Selain penelitian-penelitian yang berdasarkan teori kritis, studi opini publik, studi perkembangan arus sosiokultural, penelitian komunikasi politik di Eropa juga mengembangkan telaah hubungan antara media dengan pemerintah, juga sistem informasi yang berlangsung pada institusi-institusi birokratis. Dua yang terakhir ini sebenarnya sangat relevan dengan penelitian komunikasi politik di Indonesia. Di Indonesia, komunikasi politik, sebagai disiplin ilmu, telah tercantum dalam kurikulum-kurikulum ilmu sosial baik dalam kajian ilmu politik maupun ilmu komunikasi.

B. Komunikasi Politik sebagai Kajian Ilmu Politik dan Ilmu Komunikasi

Sebagai suatu bidang kajian, studi komunikasi politik mencakup dua disiplin di dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu ilmu politik dan ilmu komunikasi. Dalam ilmu politik, istilah komunikasi politik mulai banyak disebut-sebut bermula dari tulisan Gabriel Almond yang berjudul The Politics of the Development Areas pada 1960. Almond berpendapat bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. Menurutnya, komunikasi politik bukanlah fungsi yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan proses penyampaian pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya[1] itu dijalankan. Dalam hal ini, David Easton (dalam bukunya yang berjudul System Analysis of Political Life pada 1965) memberi batasan sistem politik pada berbagai hal yang berkaitan dengan pembuatan dan pelaksanaan keputusan otoritatif.

Berbeda dengan ilmuwan politik yang lebih membahas komunikasi politik berkenaan dengan sistem politiknya, yaitu proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan otoritatif. Ilmuwan komunikasi membahas komunikasi politik berkenaan dengan unsur-unsur komunikasinya sebagai upaya merumuskan suatu komunikasi politik yang efektif.

Walaupun istilah komunikasi politik mulai popular pada 1960, namun studi–studi tentang komunikasi yang memuat pesan-pesan politik telah ada sejak lama. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Harold D. Laswell pernah melakukan studi propaganda pada Perang Dunia I. Kemudian disusul dengan Lazarfeld, Berelson, dan Gaudet yang melakukan studi tentang perilaku pemilih pada 1940 hingga akhirnya dipublikasikan dengan judul The People’s Choice: How The Voter Makes Up His Mind in a Presidential Campaign pada 1940. Carl Hovland beserta ilmuwan lainnya juga pernah melakukan studi tentang perubahan tingkah laku dalam proses komunikasi pada 1953. Semua penelitian tersebut telah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi perkembangan studi komunikasi politik.

C. Fokus Kajian Ilmu Komunikasi Politik

Sesungguhnya baik di lingkungan ilmu komunikasi maupun ilmu politik, komunikasi politik terus berkembang pesat sebagai suatu bidang kajian tersendiri yang komprehensif dan mendalam. Dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Politik: Suatu Pengantar, Zulkarnain Nasution menjelaskan bahwa fokus utama bidang komunikasi politik antara lain adalah pembahasan tentang fungsi praktis komunikasi politik dalam kehidupan politik suatu masyarakat, cara-cara, teknik-teknik yang digunakan, pihak-pihak yang ikut serta dalam prosesnya, saluran-saluran yang dimanfaatkan, dan simbol-simbol yang dipakai. Juga dipelajari dengan seksama bagaimana hubungan timbal balik antara kenyataan kehidupan politik pada suatu masyarakat dengan aktivitas komunikasi yang berlangsung.

Lebih jelasnya, Lucian. W. Pye menilai bahwa hubungan antara komunikasi dan politik adalah suatu hubungan yang sifatnya intim serta istimewa, karena di dalam lingkup politik, proses komunikasi menempati fungsi yang fundamental. Lucian. W. Pye juga mengatakan bahwa pendekatan komunikasi telah memberikan pandangan yang mendalam dan lebih halus tentang perilaku politik. Setidak-tidaknya hubungan antara komunikasi dengan politik dapat dilihat dari dua hal berikut ini:

* Bagaimana interaksi kedua disiplin ini di bidang teori dan perkembangan konsep-konsep;
* Hubungan di antara bidang politik dan komunikasi dalam kehidupan yang nyata.

D. Definisi Komunikasi Politik

Pada umumnya para teoritisi menempatkan komunikasi politik dari dua bidang yang terpisah, yakni komunikasi dan politik. Sebelum mengetahui definisi komunikasi politik lebih mendalam, sebaiknya kita pelajari pengertian komunikasi dan politik terlebih dahulu.

Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Komunikasi juga mengandung makna bersama-sama (common). Sedangkan kata sifatnya communis, berarti makna umum atau bersama-sama. Namun, para ahli tentunya memiliki definisi mengenai komunikasi yang berbeda-beda. Carl I. Hovland memberikan definisi komunikasi, demikian:

The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify, the behaviour of other individu.

Komunikasi adalah proses di mana individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain.

Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.

Harold D. Lasswell menggambarkan komunikasi melalui pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Who Says what In Which Channel To Whom With What Effect? (Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek bagaimana?).

Meskipun definisi-definisi yang diberikan oleh para ahli di atas berbeda-beda, tetapi paling tidak kita bisa mendapatkan gambaran secara umum tentang apa yang dimaksud dengan komunikasi, seperti yang diungkapkan oleh Shannon dan Weaver. Shannon dan Weaver mengungkapkan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.

Secara ringkas, sesuai dengan model Lasswell yang telah dijelaskan sebelumnya, komunikasi memiliki beberapa unsur, yaitu: sumber (who) sebagai pengirim pesan atau komunikator, unsur pesan (says what) yang dikirim dari komunikator kepada komunikan, unsur saluran komunikasi (in which channel), unsur penerima (to whom) sebagai komunikan, dan unsur pengaruh atau efek apa yang terjadi (with what effect). Setidaknya kelima unsur itulah yang ada dalam proses komunikasi. Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Definisi Politik

Secara etimologis, politik berasal dari kata polis yang berarti negara kota pada zaman Yunani Kuno. Dalam perkembangannya terdapat beberapa pengertian tentang politik. Ada lima pandangan tentang politik, yaitu:

1. Klasik. Politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Aristotle berpendapat bahwa urusan-urusan yang menyangkut kebaikan bersama memiliki moral yang lebih tinggi daripada urusan-urusan yang menyangkut kepentingan swasta (kelompok masyarakat). Manusia merupakan makhluk politik dan sudah menjadi hakikat manusia untuk hidup dalam polis (negara kota). Kebaikan bersama adalah kepentingan pemerintah, karena lembaga pemerintah dibentuk untuk menyelenggarakan kebaikan bersama.
2. Kelembagaan. Politik adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintah. Gerth dan Wright C. Mill, dalam buku mereka yang berjudul Essays in Sociology pada 1961, mengatakan bahwa Weber mencirikan negara sebagai berikut:
* Terdiri dari berbagai struktur yang mempunyai fungsi yang berbeda, seperti jabatan, lembaga, yang semuanya memiliki tugas yang jelas batasnya.
* Kekuasaan. Negara memiliki kewenangan yang sah untuk membuat putusan final dan mengikat seluruh warga negara. Para pejabat mempunyai hak untuk menegakkan putusan itu, seperti menjatuhkan hukuman dan menanggalkan hak milik.
* Kewenangan untuk menggunakan paksaan fisik hanya berlaku dalam batas-batas wilayah negara tersebut.
3. Kekuasaan. William Robson, dalam bukunya Political Science pada 1954, mendefinisikan ilmu politik sebagai ilmu yang memusatkan perhatian pada perjuangan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, mempengaruhi pihak lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan. Kekuasaan diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.
4. Fungsionalisme. Politik sebagai kegiatan merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum. Harold D. Lasswell menyatakan bahwa politik sebagai masalah siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana caranya seseorang mendapatkan nilai-nilai. Nilai-nilai yang dimaksud ialah hal-hal yang diinginkan dan dikejar manusia dengan derajat kedalaman upaya yang berbeda untuk mencapainya. Terdapat dua jenis nilai yang diinginkan oleh manusia, yaitu nilai abstrak yang berupa prinsip hidup (misalnya saja keadilan, kebebasan, dan demokrasi) dan nilai konkret yang berupa kebutuhan hidup (seperti pangan, sandang, papan). Kedua nilai tersebut dirumuskan dalam bentuk kebijakan umum yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah serta dilakukan pembagian atau penjatahan nilai-nilai untuk masyarakat.
5. Konflik. Politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Paul Conn, dalam bukunya Conflict and Decision Making pada 1971, menjelaskan bahwa kegiatan untuk mempengaruhi proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum sebagai upaya untuk mendapatkan atau mempertahankan nilai-nilai.

Berbeda dengan para ilmuwan politik lainnya, Miriam Budiardjo mengatakan pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang dipilih itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber yang ada. Dengan demikian, Miriam Budiardjo mengklasifikasikan lima unsur yang berperan untuk menjelaskan konsep-konsep dalam ilmu politik. Kelima unsur tersebut adalah negara (state), kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan umum, dan pembagian.

Definisi Komunikasi Politik

Komunikasi politik oleh Blake dan Haroldsen, dalam buku mereka yang berjudul A Taxonomy of Concepts in Communication pada 1975, digolongkan ke dalam salah satu bentuk komunikasi seperti bentuk-bentuk komunikasi lainnya, yaitu: komunikasi intra-pribadi, komunikasi antar-pribadi, komunikasi organisasi, komunikasi interkultural, dan komunikasi massa.

Dan Nimmo memberikan definisi komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi yang berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. Definisi yang diberikan oleh Dan Nimmo ini menggunakan pandangan atau pendekatan konflik.

Roelofs, sebagaimana dikutip dari buku Sumarno dan Suhandi yang berjudul Pengantar Studi Komunikasi Politik, mendefinisikan komunikasi politik sebagai komunikasi yang materi pesan-pesan berisi politik yang mencakup masalah kekuasaan dan penempatan pada lembaga-lembaga kekuasaan (lembaga otoritatif). Definisi yang dikemukakan oleh Roelofs menggunakan pendekatan kekuasaan dan kelembagaan.

Maka dari itu, komunikasi politik bisa didefinisikan berdasarkan pengertian-pengertian dari komunikasi dan politik yang digunakan di atas. Sehingga penulis memberikan sebuah pengertian tentang komunikasi politik ialah proses penyampaian pesan yang berisi kebijakan-kebijakan untuk publik, di mana kebijakan tersebut dirumuskan, distribusikan, dan dilaksanakan oleh pemerintah di suatu negara (atau wilayah).

Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam. 1985. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Nasution, Zulkarnaen. 1990. Komunikasi Politik Suatu Pengantar. Jakarta: Yudhistira.

Nimmo, Dan. 1989. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia.

MacAndrews, Colin dan Mochtar Mas’oed. 1989. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
[1] Keenam fungsi yang dimaksud adalah sosialisasi politik, rekrutmen politik, artikulasi dan agregasi kepentingan, pembuatan dan penerapan serta penghakiman atas pelaksanaan aturan. Mochtar Mas’oed dan Colin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 1989, hal. 29-31.

0 komentar:

Mau Berlangganan Artikel

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

RAYON AL GHAZALI MASA BHAKTI 2009-2010 © 2008 Por *Templates para Você*